Kemiskinan Kota Naik, PHK Melonjak: Sisi Lain Stabilitas Ekonomi 2025

ilustrasi PHK

Laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir dari portal berita bangsanews memunculkan paradoks yang mengkhawatirkan. Meskipun angka kemiskinan nasional pada Maret 2025 tercatat sebagai yang terendah dalam dua dekade terakhir — sebanyak 23,85 juta jiwa — justru terjadi peningkatan angka kemiskinan di wilayah perkotaan.

“Angka kemiskinan tahun 2025 merupakan yang terendah selama dua puluh tahun terakhir,” ungkap Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, dalam konferensi pers pada Jumat (25/7/2025).

Namun, di balik capaian tersebut, kota-kota besar justru mengalami lonjakan angka kemiskinan. Data BPS mencatat, kemiskinan di perkotaan naik dari 6,66 persen pada September 2024 menjadi 6,73 persen per Maret 2025.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan wilayah pedesaan yang mengalami perbaikan. Angka kemiskinan desa turun dari 11,34 persen menjadi 11,03 persen. Meski demikian, secara absolut, jumlah penduduk miskin di desa masih lebih besar dibandingkan di kota.

Menurut Ateng Hartono, salah satu penyebab utama meningkatnya kemiskinan di perkotaan adalah naiknya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada laki-laki, dari 5,87 persen menjadi 6,06 persen.

“Laki-laki adalah tulang punggung ekonomi keluarga. Maka, ketika TPT laki-laki naik, dampaknya akan terasa langsung terhadap tingkat kemiskinan di kota,” jelasnya.

Faktor lain yang turut mendorong kenaikan angka kemiskinan di perkotaan adalah melonjaknya harga bahan pangan pokok seperti cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih. Penduduk kota sangat bergantung pada harga pasar karena sebagian besar tidak memproduksi kebutuhan pangan sendiri.

“Ketika harga naik, daya beli masyarakat, terutama rumah tangga miskin atau rentan miskin, akan terdampak signifikan,” tambah Ateng.

Gelombang PHK Meningkat Drastis, Jawa Tengah Paling Terdampak

Di tengah isu kemiskinan yang kian kompleks, pasar tenaga kerja nasional juga tengah dilanda gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang cukup besar.

Data Satudata Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, sepanjang Januari hingga Juni 2025, tercatat sebanyak 42.385 pekerja mengalami PHK. Angka ini meningkat tajam, sebesar 32,19 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 32.064 pekerja.

Jawa Tengah menjadi provinsi dengan jumlah PHK terbanyak, mencapai 10.995 orang. Disusul Jawa Barat (9.494 orang), Banten (4.267), dan DKI Jakarta (2.821).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto turut menanggapi persoalan ini. Ia menjelaskan bahwa data PHK formal memang tercatat dalam sistem BPJS Ketenagakerjaan, tetapi masih ada selisih atau delta dengan data yang beredar di masyarakat.

“Kita harus melihat apakah PHK tersebut terjadi di sektor formal atau informal. Sektor formal tercatat di BPJS, tapi data lapangan bisa berbeda,” kata Airlangga di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Terkait wacana pembentukan satuan tugas (satgas) khusus PHK oleh Kementerian Ketenagakerjaan, Airlangga menilai hal itu bisa menjadi bagian dari solusi, meskipun bukan satu-satunya langkah yang harus ditempuh.

“Satgas bisa jadi salah satu upaya. Namun, sektor industri dan jasa juga perlu ditingkatkan daya saingnya,” ujarnya.

Airlangga menegaskan bahwa upaya peningkatan produktivitas nasional sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Ia juga mendorong program pelatihan ulang (re-training) dan peningkatan keterampilan (re-skilling) yang lebih masif melalui Kementerian Ketenagakerjaan.

“Dengan produktivitas yang meningkat, diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing, dan membuka lebih banyak kesempatan kerja,” tutupnya.

Silakan klik portal berita Bangsa News untuk mendapatkan berita-berita paling terbaru dan terkini di Indonesia.

Posting Komentar untuk "Kemiskinan Kota Naik, PHK Melonjak: Sisi Lain Stabilitas Ekonomi 2025"